Samanhudi atau sering disebut Kyai Haji Samanhudi (lahir di Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, 1868; meninggal di Klaten, Jawa Tengah, 28 Desember 1956) adalah pendiri Sarekat Dagang Islam, sebuah organisasi massa di Indonesia yang awalnya merupakan wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta. Nama kecilnya ialah Sudarno Nadi.
Pondok Pesantren yang pernnah ia menimba ilmu didalamnya al : Pontren KM Sayuthy (Ciawigebang), Pontren KH Abdur Rozak (Cipancur) ,paman ia, Pontren Sarajaya (Kab Cirebon), Pontren (di Kab Tegal, Jateng), Pontren Ciwaringin (Kab. Cirebon) dan Pontren KH Zaenal Musthofa (Tasikmalaya. ) . Catatan : Ia sangat ta,zdim trhdp guru guru ia . Trlebih trhdp Asysyahid KH Zainal Mushtofa (Pahlawan Nasional) ia banyak bercerita tentang heroisme perjuangan gurunya yang satu ini ketika berjuang melawan penjajah Jepang hingga beluau gugur sebagai pahlawankusuma bangsa didepan regu tembak srdadu Jepang. Ketika makbarohgurunya ini telah dipindahkan ke Taman Pahlawan Sukamanah Tasikmalaya,
Dalam dunia perdagangan, Samanhudi merasakan perbedaan perlakuan oleh penguasa Hindia Belanda antara pedagang pribumi yang mayoritas beragama Islam dengan pedagang Tionghoa pada tahun 1905. Oleh sebab itu Samanhudi merasa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi sendiri untuk membela kepentingan mereka. Pada tahun 1905, ia mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk mewujudkan cita-citanya.
Keberadaan SDI mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Terbukti dengan menjamurnya cabang-cabang SDI dalam waktu yang terbilang singkat di luar kota Solo. Kenyataan tersebut membuat pemerintah Belanda khawatir. Atas dorongan beberapa pengurus dan anggota, SDI pun berubah menjadi sebuah partai politik yang ditandai dengan perubahan nama dari SDI menjadi SI (Sarekat Islam) pada tanggal 10 September 1912.
Anggota SI setiap tahun bertambah terus. Menjelang kongres pertamanya pada tanggal 25-26 Januari 1913 di Surabaya, anggota SI sekitar 80.000 orang. Lalu meningkat menjadi 360.000 orang, tiga tahun kemudian. Pada tahun 1918, jumlah anggotanya semakin bertambah lagi menjadi 450.000 orang. Sementara itu, penyusunan Anggaran Dasar (AD), mencari pimpinan, dan mengatur hubungan antara organisasi pusat dan daerah diselesaikan pada periode tahun 1916-1921.
Tujuan organisasi SI sendiri dirumuskan sebagai berikut: “Akan berikhtiar supaya anggota-anggotanya satu sama lain bergaul seperti saudara, dan supaya timbullah kerukunan dan tolong menolong satu sama lain antara sekalian kaum muslimin, dan lagi dengan segala daya upaya yang halal dan tidak menyalahi wet-wet (undang-undang, hukum-pent.) negeri (Surakarta) dan wet-wet Gouvernemen, …berikhtiar mengangkat derajat, agar menimbulkan kemakmuran, kesejahteraan, dan kebesaran negeri.”
Melihat perkembangan partai SI yang pesat ke daerah-daerah di jawa dan setelah kegiatan-kegiatan para anggotanya di Solo meningkat tanpa dapat diawasi oleh penguasa kolonial, Residen Surakarta membekukan SI. Pembekuan itu menimbulkan berbagai kerusuhan dan pergolakan rakyat. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah Belanda akhirnya mencabutnya pada tanggal 26 Agustus 1912 dengan beberapa catatan bahwa wilayah organisasi SI hanya terbatas di Surakarta.
Fakta Sejarah SDI
Samanhudi menyadari bahwa untuk membenahi organisasi dan menghadapi pemerintah kolonial Belanda diperlukan seorang pemimpin yang handal. Haji OemarSaid Tjokroaminoto yang bergabung dengan SI pada Mei 1912 kemudian ditugaskan untuk menyusun Anggaran Dasar. Tanpa menghiraukan persyaratan Residen Surakarta, Tjokroaminoto pun kemudian menyusun Anggaran dasar baru untuk SI di seluruh Indonesia sekaligus meminta pengakuan pemerintah untuk menghindari “pengawasan preventif dan represif secara administratif”.
Dalam pertemuan SI di Yogyakarta pada tanggal 18 Februari 1914 diputuskan untuk membentuk pengurus pusat yang terdiri dari Haji Samanhudi sebagai Ketua Kehormatan, Tjokroaminoto sebagai Ketua, dan Gunawan sebagai Wakil Ketua. Pengurus Central (Pusat-pent.) Sarekat Islam itu diakui pemerintah Belanda pada tanggal 18 Maret 1916. Pilihannya tak salah. SI pun semakin mengalami kemajuan pesat dan menjadi partai massa di bawah kepemimpinan Haji Oemar Said Tjokroaminoto. SI tidak hanya memperjuangkan kepentingan dagang saja, tetapi juga politik bangsanya.
Ia dimakamkan di Banaran, Grogol, Sukoharjo. Sesudah itu, Serikat Islam dipimpin oleh Oemar Said Tjokroaminoto.
Berdirinya Serikat Dagang Islam yang bermertamorfosis jadi Serikat Islam menjadi bukti bahwa sebelum Soekarno selaku pendiri PNI , Indonesia sudah meletakan perjuangan kemerdekaan melawan penjajah yang diinisiasi para ulama dan umat Islam.
Sehingga sudah sepantasnya Indonesia tidak melupakan jas hijau dalam perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia.
Sumber: Wikipedia