Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara resmi telah menerbitkan fatwa mengenai kehalalan vaksin Covid-19 buatan Sinovac. Fatwa ini dikeluarkan menyusul diterbitkannya Emergency Use Authorization (EUA) oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Senin (11/1/2021).
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Dalam Fatwa MUI Nomor: 02 Tahun 2021 Tentang Produk Vaksin Covid-19 dari Sinovac Life Science Co. LTD China dan PT Bio Farma (Persero), MUI menyatakan bahwa vaksin tersebut hukumnya suci dan halal. Vaksin tersebut juga boleh digunakan untuk umat Islam sepanjang terjamin keamanannya menurut ahli yang kredibel dan kompeten.
Seperti kita ketahui bersama berdasarkan data Satgas Covid-19 per tanggal 16 Januari 2021 saat ini sudah ada 896.642 orang yang terpapar di Indonesia dan ada 25.767 orang yang meninggal dunia. Sehingga ikhtiar vaksin ini dirasa perlu.
Dasar Penetapan Halal MUI
Ada beberapa dasar yang digunakan MUI dalam menetapkan kehalalan vaksin Sinovac tersebut.
Dasar menetapkan kehalalan vaksin Sinovac
Pertama, pendapat para ulama, antara lain pendapat Imam al-Zuhri dalam Syarah Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal yang menegaskan ketidakbolehan berobat dengan barang najis. Kemudian, pendapat Imam al-Nawani dalam Raudlatu at-Thalibin wa Umdatu al-Muftiin yang menjelaskan bahwa sesuatu yang tidak diyakini kenajisan dan atau kesuciannya, maka ditetapkan hukum sesuai hukum asalnya. Selanjutnya, pendapat Qasthalani dalam Irsyadu as-Sari yang menjelaskan, berobat karena sakit dan menjaga diri dari wabah adalah wajib.
Kedua, Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2016 tentang Imunisasi.
Ketiga, Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penggunaan Mikroba dan Produk Mikrobial dalam Produk Pangan.
Keempat, Fatwa MUI Nomor 45 Tahun 2018 tentang Penggunaan Plasma Darah untuk Bahan Obat. Baca juga: BPOM Sebut Efikasi Vaksin Covid-19 Sinovac 65,3 Persen, Apa Artinya?.
Baca juga “Memahami Istilah Dan Pengertian Efikasi Atau Kemanjuran Pada Vaksin.”
Kelima, Laporan dan penjelasan hasil audit Tim Auditor LPPOM MUI bersama Komisi Fatwa MUI ke Sinovac dan PT Bio Farma tentang proses produksi dan bahan yang merupakan titik kritis sebagai berikut:
- Vaksin diproduksi dengan platform virus yang dimatikan
- Fasilitas produksi hanya digunakan untuk produksi vaksin Covid-19
- Produksi vaksin mencakup tahapan penumbuhan vero cell (sek inang bagi virus), penumbuhan virus, inaktifasi virus, pemurnian, formulasi, dan pengemasan.
- Sel vero merupakan sel diploid yang digunakan sebagai inang virus. Sel ini diperoleh dari sel ginjal kera Hijau Afika (African Green Monkey) dari hasil penelitian tahun 1960-an dan terbukti aman untuk digunakan sebagai inang virus dan telah disetujui oleh WHO.
- Media pertumbuhan vero cell dibuat dari bahan kimia, serum darah sapi, dan produk mikrobial. Produk mikrobial yang digunakan berasal dari mikroba yang ditumbuhkan pada media yang terbuat dari bahan nabati, bahan kimia, dan bahan mineral.
- Terdapat pengguanan tripsin dan beberapa enzim lainnya dalam tahap produksi dan pemurnian. Enzim yang digunakan merupakan produk mikrobial yang dterbuat dari bahan nabati, bahan kimia, dan bahan mineral.
- Tidak ada penggunaan bahan turunan babi dan bahan yang berasal dari bagian tubuh manusia pada seluruh tahapan proses produksi.
- Dalam penyiapan media untuk produksi skal 1.200 liter ditambahkan air murni sebanyak 1.076 liter. Selain itu, pada tahap formulasi juga ditambahkan air murni sebanyak 930-940 liter per 1.000 liter hasil formulasi vaksin.
- Kemasan primer produk yang digunakan terbuat dari kaca dan karet.
Baca juga “6 Produsen Vaksin Yang Disetujui Kemenkes Indonesia.”
Keenam, pendapat peserta rapat Komisi Fatwa pada 8 Januari 2021 yang menyimpulkan:
- Pertama proses produksi Sinovac tidak memanfaatkan babi atau bahan yang tercemar babi dan turunannya.
- Kedua proses produksi Sinovac tidak memanfaatkan bagian tubuh manusia
- Ketiga produksi Sinovac bersentuhan dengan barang najis. mutawassithah, sehingga dihukumi mutanajjis, tetapi sudah dilakukan pensucian yang telah memenuhi ketentuan pensucian secara syar’i.
- Keempat proses produksi Sinovac menggunakan fasilitas produksi yang suci dan hanya digunakan untuk produk vaksin Covid-19.
- Peralatan dan pensucian dalam proses produksi dipandang telah memnuhi ketentuan pencucian secara syar’i .
Ketujuh, keputusan BPOM yang memberikan persetujuan penggunaan darurat (UEA) dan jaminan keamanan, mutu, serta kemanjuran bagi vaksin Sinovac yang menjadi salah satu indikator bahwa vaksin tersebut memenuhi kualifikasi thayyib. Sebelumnya, Komisi Fatwa telah menetapkan kehalalan dan kesucian vaksin melalui sidang pleno pada Jumat (8/1/2021).
Demikian ulasan “Isi Lengkap Fatwa MUI Terkait Status Halal Vaksin Covid-19 Sinovac.” semoga bermanfaat.