INITU.ID – Menurut Laporan Influencer Marketing Hub 2025, industri influencer marketing secara global diperkirakan menembus angka 32,55 miliar dolar AS, naik dari 24 miliar dolar AS pada tahun sebelumnya. Angka ini mencerminkan pertumbuhan pesat dengan tingkat CAGR 33 persen selama 10 tahun terakhir.
Namun, di balik angka-angka besar itu, ada satu fenomena penting yang kini memimpin pasar: kebangkitan influencer lokal dan komunitas mikro di media sosial.
Influencer Lokal, ROI Tinggi, Biaya Rendah
Di Indonesia, strategi pemasaran berbasis influencer menemukan bentuknya yang paling efektif melalui para nano-influencer dan micro-influencer. Mereka adalah individu dengan pengikut antara 1.000 hingga 100.000 yang punya hubungan personal, autentik, dan komunikatif dengan audiens mereka.
Berdasarkan data dari Statista, 75,9 persen influencer Instagram di Indonesia termasuk kategori ini. Tidak hanya unggul dari sisi biaya yang jauh lebih rendah dibanding selebgram, para micro-influencer ini juga terbukti mampu menghasilkan ROI hingga 8,4 kali lipat dari nilai investasinya (Dept Agency, 2025).
Selain murah, engagement mereka lebih tinggi, kontennya lebih edukatif, dan pendekatannya lebih humanis. Ini menjadi solusi strategis bagi brand lokal maupun UMKM yang ingin menembus pasar tanpa membakar anggaran.
Kampanye Tak Lagi Sekadar Eksposur
Di era digital yang didominasi oleh konten video pendek dan belanja langsung (live shopping), pemasar tak lagi sekadar mengejar eksposur. Mereka kini mengevaluasi influencer lewat metrik berbasis performa nyata, seperti keterlibatan, konversi, dan interaksi berkualitas.
Hal ini sejalan dengan fakta bahwa lebih dari 80 persen pemasar global masih percaya bahwa influencer marketing efektif, tetapi dengan pendekatan yang kini berorientasi ROI, relevansi, dan data.
AI, Influencer Virtual, dan Algoritma
Tidak hanya manusia, influencer marketing kini memasuki babak baru dengan kehadiran teknologi kecerdasan buatan (AI). AI kini dipakai untuk:
- Menemukan talenta baru yang tepat untuk brand
- Mengelola performa kampanye secara otomatis
- Menghadirkan influencer virtual, yang menyerupai manusia dan disesuaikan dengan target demografis
Algoritma bahkan digunakan untuk merancang strategi omnichannel, memastikan kampanye berjalan di berbagai platform seperti Instagram, TikTok, YouTube, hingga acara offline.
Budaya Lokal Menjadi Kunci Sukses
Dalam konteks Indonesia, pemasaran digital tak bisa dipisahkan dari kekuatan budaya lokal. Analisis dari Vero-Asean (2024) yang mewawancarai 150 influencer lokal mengungkap bahwa:
- 58 persen tetap menjaga gaya personal saat mempromosikan produk
- 37 persen menolak kampanye yang bertentangan dengan nilai mereka
Inilah mengapa influencer lokal cenderung lebih dipercaya dan punya dampak lebih nyata terhadap keputusan pembelian. Mereka mampu menyampaikan pesan dalam bahasa dan konteks yang relevan, menjembatani dunia bisnis dengan komunitas digital yang hangat dan aktif.
Bersaing atau Berkolaborasi dengan Media Konvensional?
Meski pengaruh influencer terus meningkat, media massa konvensional belum tergeser sepenuhnya. Malahan, banyak brand kini menggabungkan keduanya dalam strategi pemasaran hibrid:
- TV dan media cetak untuk brand awareness dan legitimasi,
- Influencer digital untuk interaksi dan personalisasi.
Media massa tetap unggul dalam jangkauan luas dan kredibilitas institusional, sementara influencer menang di kedekatan emosional dan kepercayaan komunitas.
Kesimpulan: Relevansi, Komunitas, dan Kredibilitas
Ledakan pemasaran digital melalui influencer bukan sekadar tren musiman, tetapi refleksi dari perubahan perilaku konsumen yang makin mengutamakan koneksi personal dan kepercayaan.
Di tengah persaingan pasar yang makin padat, influencer lokal tampil sebagai katalisator perubahan—bukan hanya promotor produk, tapi pembangun komunitas digital yang kuat dan loyal.
Untuk brand lokal maupun UMKM, berinvestasi pada kemitraan jangka panjang dengan micro-influencer adalah strategi cerdas di tengah era pemasaran yang makin berbasis data dan keterlibatan nyata.








