INITU.ID – Siapa penerima subsidi terbesar di Indonesia? Jika selama ini publik mengira jawaban itu adalah masyarakat miskin, data terbaru NEXT Indonesia Center justru menunjukkan sebaliknya: kelas menengahlah yang paling banyak menikmati berbagai jenis subsidi dan insentif pemerintah.
Temuan ini terungkap dalam rilis resmi NEXT Indonesia Center, Minggu (16/11/2025). “Hasil riset ini sekaligus menepis anggapan bahwa kelas menengah kurang diperhatikan pemerintah,” ujar Direktur Eksekutif NEXT Indonesia Center, Christiantoko.
Hook Data: Subsidi yang Salah Sasaran
Dengan mengolah data Susenas Maret 2024 dari Badan Pusat Statistik (BPS), riset tersebut menemukan pola mengejutkan:
- 91,87% rumah tangga kelas menengah menggunakan bensin bersubsidi, termasuk Pertalite—komoditas yang seharusnya ditujukan bagi kelompok miskin dan rentan.
- Sebagai perbandingan, hanya 79,54% keluarga miskin dan hampir miskin yang menggunakan bensin untuk transportasi.
- Kelompok aspiring middle class (menuju kelas menengah) bahkan memiliki tingkat konsumsi lebih tinggi lagi, yakni 89,27%.
Kelas menengah dalam riset ini adalah kelompok masyarakat dengan pengeluaran 3,5–17 kali garis kemiskinan. Dengan garis kemiskinan per Maret 2025 sebesar Rp609.160 per kapita per bulan, maka pengeluaran kelas menengah berkisar Rp2,1 juta–Rp10,4 juta per kapita.
Gas Melon: “Jatah Orang Miskin” yang Diambil Kelas Menengah
Kesenjangan penyaluran subsidi makin terlihat ketika bicara soal LPG 3 kilogram. Meski dirancang sebagai subsidi energi untuk kelompok miskin, nyatanya:
- 79,85% rumah tangga kelas menengah (sekitar 11,9 juta rumah tangga) menggunakan LPG 3 kg.
- Penggunanya bahkan jauh lebih besar pada kelompok aspiring middle class: 87,46% atau sekitar 32 juta rumah tangga.
“Subsidi energi yang seharusnya membantu kelompok bawah justru terdistribusi lebih besar kepada masyarakat yang tidak masuk kriteria penerima,” kata Christiantoko.
Data Mengejutkan: Kelas Menengah Ikut Terima Bansos
Tidak hanya energi, bansos reguler pun ternyata turut dinikmati kelas menengah. Program-program seperti:
- Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) — diterima oleh 594 ribu rumah tangga kelas menengah
- Program Keluarga Harapan (PKH) — 727 ribu penerima
- Bantuan Pangan Non-Tunai — 1,2 juta penerima
- BLT Dana Desa — 399 ribu penerima
Padahal seluruh program itu dirancang khusus bagi masyarakat miskin dan rentan miskin.
“Mestinya aliran bansos tidak masuk ke kelas menengah. Tapi faktanya banyak dari mereka yang menerimanya,” ujar Christiantoko.
Insentif Ekonomi: Dari Mobil Hybrid hingga SBN Valas
Kesenjangan semakin terlihat ketika meninjau insentif perpajakan yang diperuntukkan pemerintah:
- Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) mobil hybrid DTP
→ Kebijakan ini jelas lebih relevan bagi masyarakat kelas menengah ke atas. - PPh DTP untuk SBN valuta asing
→ Instrumen yang tidak mungkin dibeli oleh kelompok miskin.
Menurut NEXT Indonesia Center, sepanjang 2024:
- PPh-DTP mencapai Rp8,3 triliun
- PPN-DTP sebesar Rp138 miliar
“Asumsinya jelas: insentif ini bukan untuk masyarakat bawah. Kelas menengahlah yang jadi penerima utama,” tambahnya.
KUR: Bukan untuk Orang Miskin
Christiantoko juga menegaskan bahwa Kredit Usaha Rakyat (KUR) nyaris seluruhnya diterima kelas menengah. Sebab:
- Penerima memiliki usaha aktif
- Bank wajib menilai kemampuan bayar — hal yang sulit dipenuhi kelompok miskin
Artinya, meski disubsidi pemerintah, KUR tidak efektif menjangkau kelompok miskin.
Penutup: Paradoks Besar Kebijakan Sosial Indonesia
Riset ini mengungkap realita yang jarang disorot: kelas menengah Indonesia ternyata berada dalam posisi sangat nyaman dengan berbagai subsidi, insentif, dan program bantuan—bahkan lebih dari kelompok yang secara resmi ditetapkan sebagai penerima utama.
Dengan total 47,9 juta populasi kelas menengah, temuan ini menjadi peringatan penting bagi pemerintah bahwa ketepatan penyaluran subsidi dan bansos masih jauh dari ideal.
Riset NEXT Indonesia Center ini membuka ruang diskusi baru: Apakah subsidi di Indonesia selama ini benar-benar berpihak pada yang paling membutuhkan?








