Memaknai Idul Fitri dan Silaturrahim
Oleh Ust. H. Zulhamdi M. Saad, Lc
Khutbah Pertama
الحَمْدُ للهِ واللهُ أكبرُ، اللهُ أكبرُ، اللهُ أكبرُ، اللهُ أكبرُ، اللهُ أكبرُ، اللهُ أكبرُ، اللهُ أكبرُ، اللهُ أكبرُ ، اللهُ أكبرُ لَا إلهَ إلاّ الله، واللهُ أكبرُ اللهُ أكبرُ وللهِ الحَمْد. الحَمْدُ لله مَا صَامَ الصَائِمُ وَأفْطَرَ ، ومَا ذَكَر الذَّاكِرُ واستَغْفَرَ ، وَمَا سَبَّحَ المُسَبِّحُ وكَبَّرَ ، وأشْهَدُ أن لَا إِلهَ إلاّ اللهَ وَحْدَه لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وأَشْهَدُ أن نبيَّنا محُمّداً عَبْدُهُ ورَسُولُه، صَلى الله عَليْهِ وَسَلّمَ وعَلىَ آله وصَحَابتِهِ أجمَْعِين.
أمّا بَعْدُ : أيُّها المُسْلِمُون ، فَاتَّقُوا اللهَ تعَالَى وَاشْكُرُوهُ ، علَىَ مَا امْتَنَّ وَتَفَضَّلَ به عَليَْكُمْ ، مِنْ إتمَامِ الصِيَامِ وَالقِيَام ِ، فَاسْألَوْهُ أن يتَقَبَّلَ مِنْكُمْ ، وَأن يَغْفِرَ لَكُمْ ما بَدَرَ مِنْ تَقْصِيرٍ وَآثام ٍ. الله أكبر، الله أكبر لا إلهَ إلا الله، والله أكبر الله أكبر وللهِ الحَمْد.
Jama’ah sholat Idul Fitri rahimakumullah. Di pagi hari yang penuh kebahagiaan ini, kaum muslimin dan muslimat di seluruh penjuru dunia, dari pelosok-pelosok desa dan kota baik yang tua maupun muda semua berbondong-bondong menuju masjid dan lapangan untuk melaksanakan shalat Idul Fitri. Alunan suara yang mengagungkan asma Allah sejak tadi malam telah berkumandang. Lantunan takbir yang terucap dari dalam lubuk hati adalah sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah SWT. Kalimat tasbih dan tahmid yang kita kumandangkan adalah dalam rangka untuk mensucikan dan memuji Allah atas segala karunia-Nya. Sementara tahlil yang kita lantunkan adalah untuk memperkokoh keimanan kita bahwa Dia lah Allah Dzat yang maha Esa lagi maha Kuasa. Tidak ada Dzat yang berhak disembah kecuali hanyalah Allah semata. Semua itu tidak lain adalah dalam rangka ungkapan rasa syukur kita kepada Allah atas kemenangan besar yang kita peroleh setelah menjalankan ibadah puasa ramadhan selama satu bulan penuh. Allah SWT berfirman:
وَلِتُكْمِلُوااْلعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُاللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ ولَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan hendaklah kalian menyempurnakan bilangannya dan hendaklah kalian bertakbir mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya kepadamu dan supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqoroh: 185)
اللهُ اَكْبَرْ .. اللهُ اَكْبَرْ.. اللهُ اَكْبَرْ.. وَ للهِ اْلحَمْدُ
Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah.
Setelah satu bulan penuh kita menunaikan ibadah puasa sebagai bentuk ketaatan dan pensucian jiwa kita, kemudian kita mengeluarkan zakat sebagai pensucian dari harta kita untuk berbagi kebahagiaan kepada kaum fakir miskin dan mereka yang membutuhkan. Atas karunia-Nya jugalah pada hari ini kita dapat berhari raya bersama, maka sudah sepantasnya pada hari yang bahagia ini kita bergembira, merayakan sebuah momentum kemenangan dan kebahagiaan karena telah menggapai limpahan rahmat dan ampunan dari-Nya sesuai dengan usaha yang kita lakukan masing-masing. Allah berfirman:
وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat sesuai dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am: 132)
Senada dengan itu, dalam sebuah hadits marfu’ dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dijelaskan:
إذا كان يوم عيد الفطر هبطت الملائكة إلى الأرض في كل بلد فيقفون على أفواه السكك ينادون بصوت يسمعه جميع خلق الله إلا الجن والإنس يا أمة محمد اخرجوا إلى رب كريم يعطي الجزيل ويغفر الذنب العظيم فإذا برزوا إلى مصلاهم قال الله تعالى : “يا ملائكتي ما جزاء الأجير إذا عمل عمله فيقولون : إلهنا وسيدنا أن توفيه أجره ، فيقول عز وجل : أشهدكم أني قد جعلت ثوابهم من صيامهم وقيامهم رضاي ومغفرتي ، ويقول : سلوني فوعزتي وجلالي لا تسألوني اليوم شيئا في جمعكم هذا لآخرتكم إلاّ أعطيتكموه ولا لدنياكم إلا نظرت لكم، انصرفوا مغفوراً لكم، قد أرضيتموني ورضيت عنكم. (حديث مرفوع خرجه سلمة بن شبيب في كتاب فضائل رمضان وغيره)
“Apabila hari raya idul fitri, malaikat turun ke bumi di setiap negeri, mereka berhenti di sana seraya berseru yang suaranya didengar oleh seluruh makhluk kecuali jin dan manusia, “Wahai umat Muhammad, keluarlah kalian menuju Tuhan yang maha mulia, yang memberikan ganjaran dan mengampuni dosa yang besar. Apabila mereka telah sampai pada tempat sholat mereka Allah berfirman, “Wahai malaikatku, apakah ganjaran bagi orang apabila telah selesai dari pekerjaannya?”. Malaikat berkata, “Wahai Tuhan kami, tentu ia diberikan upahnya”. Allah Azza wa Jalla berkata, “Saksikanlah bahwa Aku memberikan ganjaran dari puasa dan sholat mereka dengan keridhoan dan ampunan-Ku.” Dan Ia berkata, “Mintalah dengan kemuliaan-Ku dan keagungan-Ku, tidaklah kalian meminta sesuatu pada hari ini untuk akhiratmu kecuali Aku berikan untuk kalian, dan tidaklah untuk duniamu kecuali Aku perlihatkan untuk kalian, pulanglah dengan keampunan untuk kalian, kalian telah membuat-Ku ridho dan Aku telah ridho pada kalian.” (Hadits dikeluarkan oleh Salamah bin Syabib dalam kitab keutamaan ramadhan)
اللهُ اَكْبَرْ .. اللهُ اَكْبَرْ.. اللهُ اَكْبَرْ.. وَ للهِ اْلحَمْدُ
Jama’ah shalat Idul Fitri yang berbahagia
Untuk kesekian kalinya, pagi ini kita berkesempatan melaksanakan sholat Idul Fitri di sini. Hari raya Idul Fitri selalu berulang setiap tahun, tentu selalu ada hikmah dan pelajaran yang dapat kita ambil darinya. Hari raya ini disebut Idul Fitri adalah karena ia berarti kembali ke fitrah sebagai manusia, kembali ke asal kejadian manusia, siapa kita dan untuk apa kita ada.
Manusia ada di muka bumi ini bukan diciptakan begitu saja dan bukan karena kehendak manusia itu sendiri, bukan pula karena kehendak ibu bapak kita, nyatanya betapa banyak anak-anak yang tidak dikehendaki kehadiran mereka oleh orang tuanya, begitu lahir ke dunia ia ditinggalkan dan dibuang begitu saja, atau bahkan sejak dalam kandungan orang tuanya berusaha untuk menggugurkan kandungannya. Sebaliknya, berapa banyak orang tua yang begitu ingin mendapatkan anak, namun tak kunjung dikaruniai juga. Jadi yang pertama harus disadari adalah bahwa kita adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dan akan kembali kepada-Nya serta dimintai pertanggung jawaban atas apa yang telah kita kerjakan selama ini.
Allah SWT berfirman dalam Al Quran Surat Al-Mu`minun ayat 116:
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لا تُرْجَعُونَ
“Maka apakah kamu mengira, bahwa Kami menciptakan kamu untuk main-main saja dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”
Berbahagialah mereka yang telah mengoptimalkan ramadhan dengan ibadah kepada Allah, dan menyadari bahwa mereka semua akan kembali kepada-Nya dengan membawa amalnya masing-masing. Manusia yang tidak menghambakan diri dengan beribadah kepada Penciptanya berarti ia adalah manusia yang tidak menyadari fitrahnya. Maka melalui ramadhan dan idul fitri setiap tahun, kita selalu diingatkan secara terus menerus agar manusia sadar dan kembali kepada fitrahnya.
Dengan berkah puasa selama Ramadhan, semoga kita mendapatkan fitrah dan kesucian laksana bayi yang baru dilahirkan ibunya. Kesucian dan fitrah diri ini, diharapkan dapat memancarkan aura positif dalam sikap, pikiran, perasaan kita serta melahirkan tindakan yang bersih dalam berbagai segi kehidupan.
Fitrah adalah suatu potensi yang diberikan oleh Allah kepada setiap manusia sejak dilahirkan ke muka bumi ini; potensi yang bebas dari segala noda dan dosa, yang dengan potensi itu manusia beriman kepada Penciptanya dan senantiasa berbuat baik. Rasulullah bersabda:
كُل ُّمولُودٍ يُولَد على الفِطْرة، فأبواه يُهَوِّدانِه أو يُنَصِّرانِه أو يُمَجِّسانِه (رواه البخاريُ وغيرُه)
“Setiap anak terlahir dalam keadaam fitrah. Maka orangtuanyalah yang akan menjadikan dia yahudi, nasrani, dan atau majusi”. (HR. Bukhori)
Sebagian besar ulama berkeyakinan bahwa seseorang yang meninggal sebelum dia mukallaf dan aqil baligh maka dia akan masuk syurga dengan sebab fitrahnya yang belum ternodai oleh kesalahan dan dosa. Demikian pula, kalau kita mampu mempertahankan kondisi fitrah yang kita peroleh setelah berpuasa di bulan Ramadhan, pada saat kita dipanggil menghadap Allah ‘Azza wa Jalla, dengan dosa-dosa yang sudah diampuni, kitapun akan sama seperti bayi yang memperoleh keridhaan dan syurga-Nya. Benarlah sabda Rasululullah SAW bahwa bagi mereka yang berpuasa ada dua kegembiraan; yaitu kegembiraan ketika idul fitri dan kegembiraan ketika bertemu dengan Allah di akhirat nanti.
اللهُ اَكْبَرْ .. اللهُ اَكْبَرْ.. اللهُ اَكْبَرْ.. وَ للهِ اْلحَمْدُ
Jama’ah shalat Ied yang berbahagia
Hari raya Idul Fitri selalu dijadikan momentum oleh kaum muslimin untuk saling berkunjung, bersilaturrahim, bersalam-salaman dengan orang tua, sanak saudara, paman, bibi, kakek, nenek, kerabat, handai tolan, tetangga, guru, teman-teman untuk saling meminta maaf dan memaafkan kesalahan, melupakan segala ganjalan yang kemungkinan ada dalam hati, merajut kembali tali persaudaraan yang pernah kusut diantara mereka, baik antara kakak dan adik, atau diantara menantu dan mertua, membangun kembali keharmonisan yang pernah terusik, mempertebal kembali rasa kebersamaan yang pernah luntur dengan mempererat silaturrahim.
Silaturrahim bukan sekedar berjabatan tangan atau memohon maaf semata, tetapi silaturrahim memiliki makna yang lebih hakiki. Silaturrahim memiliki aspek mental dan keluasan hati sesuai dengan asal kata dari silaturrahim itu sendiri, kata shilah yang berarti menyambungkan atau menghimpun, dan ar-rahiim yang berarti kasih sayang.
Maka silaturrahim pada saat lebaran ini adalah sarana untuk menyambung kembali hubungan di antara sanak saudara dan mengeratkannya, menghimpun kembali keterserakan antara keluarga dan tetangga yang sempat tidak harmonis untuk kembali bersatu dan utuh dalam suasana yang lebih indah untuk saling mengasihi.
Hidup ini tidak akan merasakan ketenangan dan mendapatkan keberkahan kalau silaturrahim terputus, karena dengan terputusnya silaturrahim, di dalam hati seseorang tersimpan kebenciaan dan rasa permusuhan. Apabila dalam suatu lingkungan masyarakat ada orang-orang yang sudah tidak saling tegur sapa, saling menjauhi, saling membelakangi, saling menggunjing dan memfitnah, maka rahmat Allah akan semakin jauh dari masyarakat seperti ini.
Silaturrahim adalah kunci terbukanya rahmat dan pertolongan Allah SWT. Dengan terhubung dan terpeliharanya silaturrahim, maka ukhuwah Islamiyah akan terjalin dengan baik. Bagaimana pun besarnya umat Islam secara kuantitatif, sama sekali tidak akan ada artinya bila di dalamnya tidak ada persatuan yang kokoh dan kerjasama untuk menyelesaikan permasalahan umat dan bersama-sama menta’ati Allah.
Yang lebih besar dari itu bahwa silaturrahim merupakan tolak ukur dari keimanan seseorang kepada Allah dan hari akhirat, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ؛ فَلْيَصِلْ رَحِمَه
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir; hendaklah ia menjalin silaturrahim”. (HR. Bukhari)
اللهُ اَكْبَرْ .. اللهُ اَكْبَرْ.. اللهُ اَكْبَرْ.. وَ للهِ اْلحَمْدُ
Jama’ah shalat Idul Fitri yang berbahagia
Ketidakpedulian terhadap hubungan kekerabatan akan dapat menimbulkan dampak negative, karena tali silaturahim lambat laun akan mengalami perenggangan. Pemutusan tali silaturahim berdampak pada mengikisnya solidaritas, mengundang laknat, menghambat curahan rahmat dan menumbuhkan suburnya egoisme.
Sering terdengar di tengah masyarakat berbagai kasus putusnya tali silaturrahim dengan berbagai bentuknya. Terhadap pemutusan silaturrahim ini, Allah SWT bahkan memperingatkan di dalam Al Quran sebagaimana firman-Nya:
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ . أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُم
“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan silaturrahim? Mereka itulah orang-orang yang dila’nati Allah dan Allah tulikan telinga mereka dan Allah butakan penglihatan mereka”. (QS. Muhammad: 22-23).
Di antara kerugian duniawi yang akan menimpa pemutus tali silaturrahim, dia akan terputus dari kasih sayang Allah, sebagaimana firman-Nya dalam hadits qudsi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الرَّحِمَ شَجْنَةٌ مِنْ الرَّحْمَنِ فَقَالَ اللَّهُ مَنْ وَصَلَكِ وَصَلْتُهُ وَمَنْ قَطَعَكِ قَطَعْتُهُ.
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Sesungguhnya penamaan rahim itu diambil dari (nama Allah) Ar Rahman, lalu Allah berfirman: Barangsiapa menyambungmu (silaturrahmi) maka Akupun menyambungnya dan barangsiapa memutuskanmu maka Akupun akan memutuskannya. (HR. Bukhori)
Ganjaran di akhirat bagi pemutus tali silaturrahim lebih mengerikan lagi, yaitu orang yang memutuskan silaturrahim akan terhalang masuk surga, dari Jubair bin Muth’im bahwa Rasulullah SAW bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan silaturrahmi”. (HR Bukhari dan Muslim)
Namun sebaliknya, seorang yang senantiasa menjalin silaturrahim dijanjikan oleh Rasulullah dengan keluasan rezeki dan usia yang panjang dan penuh berkah, sebagaimana sabdanya:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ؛ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa menginginkan untuk diluaskan rizkinya serta dipanjangkan usianya; hendaklah ia menjalin silaturrahim”. (HR. Bukhari dan Muslim)
اللهُ اَكْبَرْ .. اللهُ اَكْبَرْ.. اللهُ اَكْبَرْ.. وَ للهِ اْلحَمْدُ
Jama’ah sholat Idul Fitri yang dimuliakan Allah
Fenomena pemutusan tali silaturrahim yang kerap kali kita dengar di tengah masyarakat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya:
Pertama: Hidup Individualis. Sebagian orang lebih suka hidup sendiri-sendiri, tidak memiliki rasa senasib dan sepenanggungan, tidak lagi suka untuk mengunjungi sanak keluarga dan tetangganya, tidak peduli dengan kondisi kerabatnya, serta tidak mau membantu menutupi kebutuhan atau mengatasi penderitaan saudaranya. Hal ini awalnya terjadi karena menunda-menunda untuk bersilaturrahim kepada mereka, kemudian hal itu terulang terus sampai akhirnya terputuslah hubungan dengan mereka. Iapun terbiasa dengan hal itu karena kesibukannya dan menikmati keadaannya yang jauh dari keluarga.
Kedua: Kesombongan. Sebagian orang, jika sudah mendapatkan kedudukan yang tinggi atau kehidupan yang lebih mapan dari sebelumnya, ia berubah menjadi tinggi hati dan sombong kepada kerabat dekatnya. Dia menganggap mengunjungi keluarganya yang kurang mampu bahkan miskin merupakan kehinaan, karena ia memandang, hanya dirinya saja yang lebih berhak untuk didatangi dan dikunjungi.
Ketiga: Pelit Dan Bakhil. Ada sebagian orang, jika diberi rezeki oleh Allah berupa harta, ia akan menghindar dan menjauh dari kaum kerabatnya, ia lebih memilih menjauhi mereka dan memutuskan silaturrahim daripada membukakan pintu buat kaum kerabatnya, menerima mereka jika bertamu, membantu mereka sesuai dengan kemampuan dan meminta maaf jika tidak bisa membantu. Padahal, apalah artinya harta jika tidak bisa dirasakan oleh kerabat. Mudah-mudahan dengan ramadhan yang telah sama-sama kita laksanakan, dapat mengikis sifat itu semua. Mari dengarkanlah perintah Allah berikut:
وَ اعْبُدُوا اللَّهَ وَ لاَ تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا وَ بِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَ بِذِي الْقُرْبَى وَ الْيَتَامَى وَ الْمَسَاكِيْنِ وَ الْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَ الْجَارِ الْجُنُبِ وَ الصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَ ابْنِ السَّبِيْلِ وَ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالاً فَخُوْرًا
“Sembahlah Allah dan jangan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, hendaklah kamu berbuat kepada kedua orang tua, kepada kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman yang jauh, anak jalanan dan budak-budak yang kalian miliki, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi berlagak membanggakan diri.” ( Qs. An-Nisa’ : 36 ).
اللهُ اَكْبَرْ .. اللهُ اَكْبَرْ.. اللهُ اَكْبَرْ.. وَ للهِ اْلحَمْدُ
Hadirin Kaum Muslimin, Muslimat Jama’ah Idil Fitri Rahimakumullah
Oleh sebab itulah pada moment idul fitri ini, marilah kita saling menjalin silaturrahim, memaafkan dan mengikhlaskan kesalahan kita masing-masing, melupakan segala kesalahan saudara kita yang pernah membuat kita sakit hati dan terluka. Memaafkan adalah sikap mulia yang menghiasi akhlak para nabi dan orang-orang shaleh, mema’afkan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang bersih hatinya, moment Idul Fitri menjadi moment yang tepat untuk itu, saat hati kita sudah disucikan maka akan semakin ringan pula kita meminta maaf dan memaafkan.
Ada sebersit rasa haru dan penyesalan yang muncul di hati khususnya mereka yang telah ditinggal oleh kedua orang tua, suami, istri, sanak saudara atau orang-orang yang dicintai. Terbayang ketika mereka masih hidup, biasanya kita datang dan duduk bersimpuh di pangkuan ayah dan bunda seraya menyampaikan permohonan ampun serta maaf atas kesalahan dan kekhilafan kita sebagai anak yang sering melukai hati mereka. Maka sewajarnya pada hari ini, saat mereka semua masih ada, sang anak meminta maaf pada ayah ibunya, yang muda meminta maaf kepada mereka yang tua, istri meminta maaf kepada suaminya, adik meminta maaf kepada kakaknya, murid meminta maaf kepada guru-gurunya, tetangga saling bersilaturrahim dan memaafkan dan mengikhlaskan semua khilaf dan perselisihan yang pernah terjadi. Dengan demikian akan turunlah rahmat Allah kepada kita semua.
Cukuplah Nabi Muhammad SAW menjadi teladan kita dalam memaafkan, beliau memaafkan orang-orang yang telah melemparnya dengan kotoran, mencacinya, menghinanya bahkan beliau menyerahkan sorbannya sebagai tanda maafnya kepada Wahsyi, yang telah membunuh pamannya tercinta, Hamzah.
Di akhir khutbah ini, Khatib mengajak untuk merenungkan sebuah pesan Rasulullah SAW kepada Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi sebagai berikut :
يَا أبَا هُرَيرَةَ عَليْكَ بِحُسْنِ الْخُلُقِ . قَالَ أبوا هُريرَة َرضِيَ الله عَنْه وَمَا حُسْنُ الْخُلُقِ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَال َ: تَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ ، وتَعْفُو عَمَّنْ ظَلَمَكَ ، وَتُعْطِي مَنْ حَرَمَك َ.
“Wahai Abu Hurairah, Hendaklah Engkau berakhlaq mulia! Abu Hurairah bertanya, apakah yang dimaksud dengan akhlaq mulia itu wahai Rasul? Nabipun menjawab: Engkau hubungkan silaturrahim dengan orang yang memutuskannya dari padamu, engkau ma’afkan orang yang berbuat zalim kepadamu, dan engkau beri sesuatu orang yang mengharamkanmu.” (HR. Al Baihaqi)
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني و إياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم ، أقول قولي هذا أستغفر الله العظيم لي ولكم ولسا ئر المسلمين و المسلمات ، إنه هو الغفور الرحيم .
Khutbah Kedua
الله أكبر الله أكبر الله أكبر لااله الاالله والله أكبر. الله أكبر ولله الحمد. الحمد لله الذي بنعمه تتم الصالحات. وأمرنا بعبادته وتقواه بامتثال المأمورات واجتناب المنهيات. أشهد الا اله الاالله رب المشرق والمغرب ورب العرش والسماوات مدبر كل المجريات. وأشهد أن محمدا عبده ورسوله ، بعثه الله بأكمل الشرائع رحمة لجميع المخلوقات. أما بعد : فياأيها الناس اتقوالله تعالى و كونوا مع الصادقين ، إن وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين صلوا عليه وسلموا تسليما ، اللهم صل وسلم وزد وبارك على عبدك ورسولك نبينا محمد ، وعلى آله و صحابته أجمعين ، وخص منهم الخلفاء الأربعة الراشدين ، أبي بكر وعمر وعثمان وعلي ، والتابعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين .
Hadirin Sidang sholat Idul Fitri yang berbahagia
Sebelum khutbah ini kita tutup dengan doa, kiranya sebuah kisah tentang suatu hari di hari lebaran Rasulullah dapat menjadi bekalan pulang kita di hari Idul fitri ini.
Suatu hari, di saat hari raya seperti ini Rasulullah saw keluar dari rumahnya untuk melaksanakan shalat idul fitri, saat itu beliau mendapati seorang anak dalam keadaan murung dan bersedih hati di antara teman-temannya yang sedang asyik bermain, tertawa dan berlari-lari dengan penuh suka cita.
Rasulullah kemudian menghampiri anak itu, didekapnya dan dielus-elus kepalanya, Rasulullah lalu bertanya, “Wahai anakku, mengapa engkau bersedih hati di saat teman-temanmu bersuka ria pada hari ini? Di manakah rumahmu? Dan siapakah orangtuamu?”.
Dengan mata nanar anak kecil itu menjawab, “Ayahku telah meninggal dalam suatu peperangan bersamamu membela agama Allah, sedang ibuku menikah lagi dan aku tak tahu di manakah ia kini.”
Mendengar ucapan itu Rasulullah saw mendekap anak itu lebih hangat lagi, lalu berkata, “Maukah kau menjadikan aku sebagai ayahmu, Aisyah sebagai ibumu, sedang Fathimah dan Ali sebagai bibi dan pamanmu?” Anak itu mengangguk dan tersenyum.
Lalu Rasulullah membimbing anak itu ke rumahnya dan meminta agar Aisyah memandikannya dan memberikan pakaian terbaik kepada anak itu. Anak kecil yang tadi berpakaian dekil dan berwajah muram, seketika berubah menjadi kelihatan bersih dan ceria, rambutnya tersisir rapih dan memakai pakaian yang bagus. Ia keluar dari rumah Rasulullah saw sambil berteriak-teriak kepada teman-temannya dengan penuh keceriaan sambil berkata, “Aku adalah anak paling bahagia hari ini. Rasulullah telah menjadi ayahku, Ibunda Aisyah menjadi ibuku, sedang Fathimah dan Ali menjadi bibi dan pamanku.”
Di hari idul fitri seperti ini seharusnya tak seorangpun bersedih hati. Semua orang layak untuk gembira dan bahagia. Lebih-lebih anak kecil, mereka semua mestinya bersuka cita. Kalau satu anak yatim saja dapat menghentikan langkah Rasulullah menuju tempat shalat idul fitri sampai anak tersebut turut berbahagia, lalu mengapa puluhan dan ratusan anak yang mengalami nasib yang sama seperti anak itu tidak mampu menggerakkan hati kita untuk peduli, menyantuni, dan membahagiakan mereka?
Saat kita membelikan baju baru untuk anak-anak kita, dan ketika kita menikmati aneka makanan dan minuman yang tersaji di meja makan kita, saat ini saudara-saudara kita di belahan bumi sana, di negera muslim Somalia sana, ada lebih dari 500.000 orang yang dalam kondisi kelaparan yang sangat memprihatinkan, disebabkan kemarau panjang yang melanda, mahalnya harga pangan, dan konflik yang berkepanjangan.
Kelaparan di Somalia dalam tiga bulan terakhir ini telah menewaskan 29.000 anak-anak di bawah umur lima tahun. Saat seorang ibu harus memilih mana di antara anaknya yang harus diberi air minum setelah keletihan karena berjalan ribuan kilo menuju kamp pengungsian.
Adalah Wardo, ia menggendong anak perempuannya yang berusia satu tahun di punggungnya, sementara anak lelakinya yang berusia empat tahun berjalan bersamanya. Dua minggu berjalan dengan makanan dan minuman yang minim, bocah lelaki malang tersebut ambruk.
Wardo langsung memberikan sedikit minuman yang dia bawa di kepalanya kepada putranya. Namun, karena tidak sadarkan diri, bocah itu tidak dapat meneguk air untuk menghilangkan dahaga. Wardo berteriak minta tolong, keluarga dan kerabatnya tidak ada yang berhenti. Mereka tetap berjalan, mengkhawatirkan diri mereka sendiri, akhirnya, Wardo harus memilih, sebuah pilihan yang ibu manapun pasti sulit melakukannya, yaitu meninggalkan anaknya di tengah jalan di tengah kondisinya yang kehausan.
Adalah kisah lain yang dialami oleh Faduma, seorang janda yang berjalan kaki berhari-hari dari kampungnya bersama lima orang anaknya yang berusia 5, 4, 3, 2 dan seorang bayi yang baru dia lahirkan.
Tinggal sehari lagi sampai di kamp pengungsian, putra dan putrinya yang berusia 5 dan 4 tahun tidak bangun lagi karena kelaparan dan kehausaan setelah istirahat sejenak di bawah pohon. Air yang dia bawa tinggal sedikit, Faduma mengaku tidak ingin menyia-nyiakan air yang bisa diberikan kepada anak-anaknya yang lain.
Dia harus memilih, memberikan air kepada anak-anaknya yang sekarat dan membiarkan bayinya kehausan, atau meninggalkan kedua anaknya di jalan dan memberikan air kepada anaknya yang lain. Akhirnya dia memilih untuk meninggalkan mereka berdua. Karena ragu apakah anaknya sudah meninggal atau belum, Faduma sempat bolak-balik untuk memastikan kedua anaknya benar telah mati kehausan.
Selayaknya kita berdoa untuk mereka agar dihari bahagia ini merekapun setidaknya dapat tersenyum di hari raya walaupun mereka tidak punya apa-apa, semoga Allah membantu mereka dengan kekuasaan-Nya yang maha agung dan dan rahmat-Nya yang tak pernah bertepi.
اَللّهُمَّ يَا اَجْوَدَ مَنْ اَعْطى، وَيَا خَيْرَ مَنْ سُئِلَ، وَيَا اَرْحَمَ مَنِ اسْتُرْحِمَ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد وَآلِهِ فِى الاَوَّلِينَ و فِى الاْخِرِينَ. اللهم انصر إخواننا المستضعفين في الصومال و في كل مكان، اللهم انصرهم و أصلح أحوالهم، ونفِّس كربتهم، اللهم أعز الإسلام والمسلمين ، وأذل الشرك والمشركين ، ودمر أعداء الدين ، واجعل هذا البلد آمناً مطمئناً وسائر بلاد المسلمين ، اللهم أصلح أئمتنا وولاة أمورنا ، واجعل ولايتنا فيمن خافك واتقاك برحمتك يا أرحم الراحمين .
Ya Allah kami memohon kepada-Mu dengan cahaya-Mu yang tak pernah pudar, dengan asma-Mu yang tinggi dan suci, yang bila berdoa kepada-Mu dengannya Engkau kabulkan, dan bila diminta dengan nama-Mu Engkau beri.
Wahai Allah yang melindungi setiap yang memohon perlindungan.
Wahai Allah yang menolong setiap jeritan para pencari pertolongan.
Wahai Yang menghilangkan derita orang-orang yang kesusahan.
Wahai Yang menggembirakan duka orang-orang yang dalam kedukaan.
Wahai Yang Menciptakan langit dan bumi.
Wahai Yang Memperkenankan doa orang-orang yang sengsara.
Wahai Yang Maha Pengasih dari semua yang kasih.
Wahai Yang Paling Dermawan dari semua yang dermawan.
Wahai Yang Paling Mulia dari semua yang mulia.
Wahai Yang Maha Mendengar dari semua yang mendengar.
Wahai Yang Maha Melihat dari semua yang melihat.
Wahai Yang Maha Kuasa dari semua yang berkuasa.
Wahai Yang Membalas pada hari pembalasan.
Wahai Allah akhir tujuan para pengharap. Wahai Tuhan alam semesta.
Ampunilah dosa-dosa kami yang merubah kenikmatan.
Ampunilah dosa-dosa kami yang mewarisi penyesalan.
Ampunilah dosa-dosa kami yang mendatangkan bencana.
Ampunilah dosa-dosa kami yang menahan terkabulnya doa.
Ampunilah dosa-dosa kami yang menahan turunnya hujan dan rahmat.
Ampunilah dosa-dosa kami yang mempercepat kebinasaan.
Ampunilah dosa-dosa kami yang mendatangkan penderitaan dan musibah.
Ampunilah dosa-dosa kami yang mengelapkan hati dan membutakan nurani.
Ampunilah dosa-dosa kami yang tiada mengampuninya kecuali Engkau, ya Allah.
Ya Allah bantulah saudara-saudara kami yang dalam kesusahan, baik di Indonesia ataupun di seberang bumi sana, di Somalia, bantulah saudara kami di Palestina dan negara-nega muslim lainnya.
Ya Allah, tanamkanlah pada jiwa-jiwa kami kelembutan hati untuk memaafkan.
Ya Allah jadikanlah kami orang-orang yang kembali kepada fitrah yang suci untuk menjadi hamba-Mu yang selalu taat setelah ramadhan ini.
Ya Allah jadikanlah kami orang-orang yang mampu bersyukur atas segala karunia-Mu kepada kami, jangan Engkau jadikan kami orang-orang yang kufur atas nikmat-Mu.
Ya Allah ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa orang tua kami, baik yang masih hidup ataupun kini sudah berada di alam kubur.
Ya Allah ampuni dosa-dosa orang yang kami cintai dan mereka mencintai kami karena-Mu, dan kumpulkanlah kami di dalam surga-Mu.
Ya Allah jadikanlah keturunan kami, anak-anak kami anak yang sholih dan sholihah, penyejuk mata kami, jadikanlah mereka keturunan yang senantiasa mendirikan sholat.
Ya Allah jadikanlah negeri kami negeri yang, aman, adil dan makmur yang selalu berada dalam lindungan dan rahmat-Mu.
Ya Allah sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik penolong dan pengabul doa.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّا مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا دُعَائَنَا وَصِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا، اَللَّهُمَّ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَاِفِرِيْنَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَسُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، عباد الله : إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى ، وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون ، فاذكروا الله العظيم الجليل يذكركم ، واشكروه على نعمه يزدكم ، ولذكر الله أكبر والله يعلم ما تصنعون.
اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ وَللهِ الْحَمْدُ ، والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.
Sumber IkadiOrID
Demikian “Khutbah Idul Fitri 2018 : Memaknai Idul Fitri dan Silaturrahim”, semoga bermanfaat bagi masyarakat