Kultum Ramadhan #18 “Siapakah Yang Paling Berhak Atas Kebaikan Kita ? “



//

Thank you for reading this post, don’t forget to subscribe!

عن أبي هريرة ـ رضي الله عنه ـ قال : جاء رجل إلى رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ فقال : يا رسول الله : ” من أحق الناس بحسن صحابتي ؟ قال : أمك . قال : ثم من ؟ قال : أمك . قال : ثم من ؟ قال : أمك . قال ثم من ؟ قال : ثم أبوك ” . رواه البخاري ومسلم . وابن ماجه

Dari Abu Hurairah ra berkata: Ada seseorang yang datang menghadap Rasulullah dan bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang lebih berhak dengan kebaikanku?” Jawab Rasulullah, “Ibumu”. Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ibumu”.

Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ibumu”. Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ayahmu”. (HR. Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah)

Pengulangan kata ibu dari jawaban Rosulullah menegaskan seorang ibu lebih berhak atas kebaikan anaknya 3 kali lipat dibandingkan ayahnya, kebaikan kebaikan itu bisa tercermin dengan perhatian kita akan kondisi orang tua kita, semakin berumur maka akan semakin membutuhkan kebaikan kita, kehadiran kita terkadang sangat dinanti, jangan lupa doa kita juga menjadi senjata

Hal ini sangat wajar, karena bisa dibayangkan bagaimana dulu ketika ibu kita mengandung bayi kita, dengan susah payah dan kerepotanya untuk kelahiran kita didunia ini, kemudian disusul oleh peran ayah dalam mendidik dan mentarbiyah kita

سألت النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ أي الناس أعظم حقاً على المرأة ؟ قال : زوجها . قلت : فعلى الرجل ؟ قال : أمه “

Aku bertanya kepada Nabi Muhammad saw. “Siapakah manusia yang paling berhak atas seorang wanita?” Jawabnya, “Suaminya”. “Kalau atas laki-laki?” Jawabnya, “Ibunya”.

Demikian juga yang diriwayatkan Al-Hakim dan Abu Daud dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa ada seorang wanita yang bertanya:

يا رسول الله : إن ابني هذا ، كان بطني له وعاء ، وثدي له سقاء ، وحجري له حواء ، وإن أباه طلقني ، وأراد أن ينزعه مني : فقال : أنت أحق به ما لم تنكحي “

“Ya Rasulullah, sesungguhnya anak laki-lakiku ini, perutku pernah menjadi tempatnya, air susuku pernah menjadi minumannya, pangkuanku pernah menjadi pelipurnya. Dan sesungguhnya ayahnya menceraikanku, dan hendak mencabutnya dariku”. Rasulullah saw bersabda, “Kamu lebih berhak daripada ayahnya, selama kamu belum menikah.”

Maksudnya menikah dengan lelaki lain, bukan ayahnya, maka wanita itu yang meneruskan pengasuhannya, karena ialah yang lebih spesifik dengan anaknya, lebih berhak baginya karena kekhususannya ketika hamil, melahirkan dan menyusui.



//