INITU.ID – Masih percaya dengan weton? Di tengah derasnya arus modernisasi, tradisi Jawa yang satu ini tetap bertahan dan bahkan masih sering dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari mencari hari baik untuk pernikahan, pindah rumah, hingga sekadar membaca karakter seseorang, weton Jawa seakan tak lekang oleh waktu.
Fenomena ini menarik karena menunjukkan bagaimana kearifan lokal tetap hidup di tengah dunia yang serba digital. Lantas, apa sebenarnya weton itu, bagaimana sejarahnya, serta bagaimana cara menghitungnya? Mari kita bahas secara lengkap.
Apa Itu Weton Jawa?
Secara sederhana, weton adalah hari kelahiran seseorang yang dihitung dari perpaduan dua sistem waktu:
- Saptawara → 7 hari kalender Masehi (Senin–Minggu).
- Pancawara → 5 pasaran Jawa (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon).
Contohnya:
- Orang lahir pada Sabtu Pon → wetonnya Sabtu Pon.
- Orang lahir pada Selasa Kliwon → wetonnya Selasa Kliwon.
Siklus weton akan berulang setiap 35 hari sekali (7 x 5). Itulah sebabnya banyak masyarakat Jawa melakukan tradisi tertentu, seperti puasa weton, setiap kali hari kelahiran tersebut datang.
Menurut KBBI, weton diartikan sebagai “hari lahir seseorang dengan pasarannya.” Sementara dalam kajian akademik (Ahmad Faruq, 2019), weton dihubungkan dengan konsep neptu atau nilai numerik dari hari dan pasaran.
Sejarah Weton dalam Budaya Jawa
Tradisi weton berakar dari sistem penanggalan Jawa kuno. Pada era Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613–1645) dari Kerajaan Mataram Islam, kalender Jawa dibentuk dengan memadukan kalender Saka (Hindu) dan Hijriyah (Islam).
Dari sinilah lahir penanggalan khas Jawa dengan dua siklus utama:
- Saptawara (7 hari Masehi).
- Pancawara (5 pasaran Jawa).
Kombinasi keduanya melahirkan 35 kemungkinan weton yang kemudian digunakan sebagai pedoman sosial, budaya, hingga spiritual.
Fungsi Weton dalam Kehidupan Masyarakat Jawa
Meski dianggap mitos oleh sebagian kalangan, bagi masyarakat Jawa tradisional, weton memiliki fungsi penting, antara lain:
- Menentukan Hari Pernikahan
- Perhitungan neptu kedua mempelai dipercaya memengaruhi harmonis tidaknya rumah tangga.
- Membaca Watak Seseorang
- Misalnya, lahir pada Jumat Kliwon dipercaya membawa sifat tertentu yang membedakan dengan Selasa Legi.
- Puasa Weton
- Puasa setiap kali weton tiba, diyakini bisa membersihkan diri dan menolak bala.
- Menentukan Hari Baik
- Digunakan saat akan membangun rumah, pindah tempat tinggal, membuka usaha, atau panen.
- Ramalan Kecocokan Pasangan
- Terdapat larangan tertentu, misalnya Minggu Kliwon tidak cocok dengan Senin Kliwon karena dipercaya membawa dampak buruk.
Cara Menghitung Weton
Kunci utama perhitungan weton adalah neptu.
Nilai Neptu Hari (Saptawara)
- Minggu = 5
- Senin = 4
- Selasa = 3
- Rabu = 7
- Kamis = 8
- Jumat = 6
- Sabtu = 9
Nilai Neptu Pasaran (Pancawara)
- Legi = 5
- Pahing = 9
- Pon = 7
- Wage = 4
- Kliwon = 8
Contoh:
- Lahir Jumat Kliwon → 6 (Jumat) + 8 (Kliwon) = 14.
- Lahir Rabu Legi → 7 (Rabu) + 5 (Legi) = 12.
Untuk kecocokan pernikahan, salah satu metode populer adalah tibo rampas:
- Jumlahkan neptu calon suami + calon istri.
- Bagi 3, lihat sisa pembagiannya:
- Sisa 1 → kurang baik.
- Sisa 2 → baik, rumah tangga harmonis.
- Sisa 0 → penuh rintangan.
Weton di Era Modern
Menariknya, meski zaman berubah, weton masih relevan hingga kini. Banyak anak muda yang mencari tahu wetonnya untuk sekadar mengetahui karakter atau kecocokan pasangan. Bahkan kini tersedia:
- Aplikasi kalender Jawa digital.
- Layanan perhitungan weton online.
Namun, dari sudut pandang agama, weton sebaiknya dipandang sebagai warisan budaya, bukan penentu mutlak nasib seseorang. Hidup tetap ditentukan oleh usaha dan doa, bukan sekadar perhitungan.
Pelestarian Tradisi Weton
Sebagai bagian dari kearifan lokal, weton layak dilestarikan. Caranya bisa melalui:
- Edukasi budaya di sekolah.
- Digitalisasi kalender Jawa.
- Konten budaya di media sosial.
Dengan demikian, generasi muda tidak hanya mengenal weton sebagai mitos, tetapi juga memahami nilai historis dan filosofisnya.
Kesimpulan
Weton Jawa adalah perpaduan antara sistem penanggalan Masehi dan Jawa yang sudah ada sejak era Sultan Agung. Tradisi ini berfungsi untuk menentukan hari baik, membaca watak, hingga memprediksi kecocokan pasangan.
Meski kini lebih sering dijadikan sebagai bahan obrolan ringan, weton tetap memiliki nilai budaya yang penting. Dengan pemahaman bijak, tradisi ini bisa terus dilestarikan tanpa menggeser nilai-nilai agama dan rasionalitas modern.








