Masyarakat Indonesia tentu sudah tidak asing lagi dengan sosok ulama kharismatik yang satu ini. Beliau adalah KH. Maimun Zubair atau lebih akrab disapa dengan Mbah Moen. Beliau adalah ulama dan kiai sepuh ormas Islam terbesar di Tanah Air, Nahdlatul Ulama.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Mbah Moen populer juga sebagai ulama yang selalu dinantikan pencerahanya oleh banyak orang. Bahkan doanya sempat viral menjelang Pilpres 2019. Nasehat dan petuahnya selalu terasa menyejukkan dan mendinginkan suasana ketika terjadi masalah besar atau isu yang sedang menjadi bahasan banyak orang. Tidak jarang santri mengumpulkan pesan-pesan beliau sebagai motivasi pribadi ataupun sesama.
Ulama kelahiran Rembang, Jawa Tengah, 28 Oktober 1928 ini tidak hanya dihormati dan disegani oleh kalangan santri dan masyarakat umum. Tetapi juga saja dihormati oleh kalangan tokoh-tokoh pemerintahan dan birokrat nasional. Meskipun begitu, tidak menjadikan beliau seseorang yang mengharapkan jabatan maupun materi duniawi.
Putra pertama dari Kyai Zubair dan ibundanya adalah putri dari Kyai Ahmad bin Syu’aib ini dikenal sebagai ulama yang alim dan teguh memegang pendirian. Dari ayahnya, beliau meneladani ketegasan dan keteguhan, sementara dari kakeknya beliau meneladani rasa kasih sayang dan kedermawanan.
Kasih sayang terkadang merontokkan ketegasan, rendah hati seringkali berseberangan dengan ketegasan. Namun dalam pribadi Mbah Moen, semua itu tersinergi secara padan dan seimbang.
Kerasnya kehidupan pesisir tidak membuat sikapnya ikut mengeras. Beliau adalah gambaran dari pribadi yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri.
Pendidikan
Mbah Moen hingga saat ini menjadi rujukan ulama Indonesia, khususnya dalam bidang fiqh dan ushul fiqih. Sebelum menginjak remaja, beliau diasuh langsung oleh ayahnya untuk menghafal dan memahami ilmu Shorof, Nahwu, Fiqih, Manthiq, Balaghah dan bermacam Ilmu Syara’ yang lain.
Ayahanda beliau, Kyai Zubair, adalah murid Syaikh Sa’id Al-Yamani serta Syaikh Hasan Al-Yamani Al- Makky.
Sekitar tahun 45, beliau memulai pendidikannya di Pondok Lirboyo Kediri, dibawah bimbingan KH. Abdul Karim yang biasa dikenal sebagai Mbah Manaf. Selain kepada Mbah Manaf, Beliau juga menimba ilmu agama dari KH. Mahrus Ali juga KH. Marzuqi.
Pada usia 21 tahun, beliau melanjutkan studinya ke Makkah Al-Mukarromah. Perjalanannya ke Makkah ini diiringi oleh kakeknya sendiri, yakni KH. Ahmad bin Syu’aib. Beliau menerima ilmu dari sekian banyak orang kompeten di bidangnya, antara lain Sayyid ‘Alawi bin Abbas Al-Maliki, Syaikh Al-Imam Hasan Al-Masysyath, Sayyid Amin Al-Quthbi, dan Syaikh Yasin bin Isa Al- Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.
Kiai Maimun merupakan kawan dekat dari Kiai Sahal Mahfudh, yang sama-sama santri kelana di pesantren-pesantren Jawa, sekaligus mendalami ilmu di tanah Hijaz.
Dua tahun lebih Beliau menetap di Makkah Al- Mukarromah. Sekembalinya dari tanah suci, beliau juga meluangkan waktunya untuk mengaji ke beberapa ulama di Jawa, di antaranya Kiai Baidhowi, Kiai Ma’shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain. Kiai Maimun juga menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri, di antaranya, kitab berjudul al-ulama al-mujaddidun.
Pengabdian untuk Pendidikan Agama
Pada tahun 1965 beliau mengabdikan diri berkhidmat pada ilmu-ilmu agama. Hal itu diiringi dengan berdirinya Pondok Pesantren yang berada di sisi kediaman beliau. Pesantren yang sekarang dikenal dengan nama Al-Anwar. Pesantren ini berada di Karangmsangu, Sarang, Rembang, Jawa Tengah.
Dari sinilah Pondok Pesantren Al Anwar mulai membuka kesempatan bagi para calon santri dari seluruh kepulauan di Nusantara untuk menimba ilmu langsung dengan beliau. Hingga kini telah ribuan santri yang lulus. Diantara mereka telah ada yang menjadi tokoh-tokoh besar di berbagai sektor di negeri ini.
Pesantren ini pun kemudian kemudian menjadi rujukan santri untuk belajar kitab kuning dan mempelajari turats secara komprehensif. Sekitar tahun 2008, beliau kembali mengibarkan sayapnya dengan mendirikan Pondok Pesantren Al-Anwar 2 di Gondan Sarang Rembang, yang kemudian oleh beliau dipasrahkan kepada putranya KH. Ubab Maimun.
Anak-Anak dan Istri Mbah Moen
KH. Maimoen Zubair mempunyai 2 istri, yang pertama yaitu Hj. Fahimah putri KH. Baidhowi Lasem, dari sini beliau dikaruniai 7 anak, empat di antaranya meninggal pada waktu masih kecil. Sedangkan 3 yang lainnya yaitu : KH Abdullah Ubab, KH Muhammad Najih, Neng Shobihah.
Setelah istri pertama meninggal beliau memutuskan untuk menikah lagi, kali ini beliau memperistri Nyai Masthi’ah Putri KH. Idris asal cepu Blora. Dari pernikahan ini, beliau dikaruniai 6 anak putra, dan 2 anak putri.
Mereka di antaranya adalah KH Majid Kamil, Gus Ghofur, Gus Ro’uf, Gus Wafi, Gus Yasin, Gus Idror, Neng Shobihah (meninggal), dan Neng Rodhiyah.
Pengabdian untuk Negara
Dalam catatan sejarah hidupnya, KH. Maimun Zubair tidak hanya mengabdikan diri pada agama saja. Namun beliau juga adalah seorang yang sangat aktif di berbagai bidang sebagai pengabdian beliau kepada negara.
Selama hidupnya KH. Maimun Zubair memiliki kiprah sebagai penggerak. Beliau pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama 7 tahun, selain itu beliau juga pernah menjadi anggota MPR RI yang mewakili daerah Jawa Tengah selama tiga periode.
Politik dalam diri Kiai Maimun bukan tentang kepentingan sesaat, akan tetapi sebagai kontribusi untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan.
KH. Maimun Zubair Meninggal Dunia
Beliau meninggal dunia saat akan menjalankan ibadah Haji 6 Agustus 2019 tepat pukul 04.17 WIB di Mekah Arab Saudi. KH Maimun Zubair atau Mbah Moen wafat pada usia 90 tahun.
Sumber: oasemuslim, ppalanwar, nuonline.