Yatim berasal dari bahasa Arab yang artinya anak yang telah ditinggal mati bapaknya dan belum baligh (dewasa), baik kaya atau miskin, laki-laki maupun perempuan. Selain itu, di Indonesia juga dikenal istilah yatim piatu, yakni seseorang yang tidak lagi memiliki ayah dan ibu. Dalam literatur fikih klasik tak dikenal istilah piatu, yang ada hanya yatim.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!
Keistimewaan Anak Yatim dalam Islam.
Anak yatim piatu, menurut ajaran Islam, lebih diutamakan daripada anak yatim. Dalam kajian usul fikih disebut sebagai mafhum al-muwafaqah fahwa al-khitab (pemahaman yang sejalan dengan yang disebut, tetapi yang tidak disebut lebih utama). Sebab, anak yatim piatu lebih memerlukan santunan daripada anak yatim.
Islam menempatkan anak yatim dalam posisi yang sangat istimewa. Betapa tidak. Secara khusus, dalam Alquran tercatat sebanyak 22 ayat tentang anak yatim, antara lain; surah al-An’an ayat 152, al-Isra ayat 34, al-Fajr ayat 17, ad-Duha ayat 6 dan 9, al-Maun ayat 2, al-Insan ayat 8, al-Balad ayat 15, al-Kahfi ayat 82, al-baqarah ayat 83, 177, 215, dan 220, an-Nisa’ ayat 2,3,6,8,10,36 dan 127, al-Anfal ayat 41, dan al-Hasyr ayat 7.
Seluruh umat Islam diwajibkan untuk menyantuni anak yatim yang miskin. Dalam ajaran Islam, anak yatim mendapat bagian, baik dari fai’, yakni harta musuh yang diambil tanpa perang terlebih dahulu (QS.59:7), maupun dari ganimah, yakni harta rampasan perang (QS.8:41). Selain itu, anak yatim juga mendapat bagian dari infak dan sedekah (QS.2:215, QS.90:15, dan QS.76:8).
Alquran pun mengatur tata cara pemeliharaan terhadap anak yatim yang kaya atau memiliki harta. Dalam Alquran surah an-Nisa ayat 10, yang artinya: ”Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya meraka itu menelan api senuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nya (neraka).”
Dalam surah al-An’am ayat 152 juga dijelaskan, ”Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga samapi ia dewasa…” Dalam surah an-Nisa ayat 6 wali miskin diperbolehkan memakan harta anak yatim dan melarang wali kaya memakan harta anak yatim.”
Ayat tersebut menjelaskan, ”Barangsiapa ( di antara pemeliharaaan anak yatim itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka…”
Dalam ajaran Islam, pemeliharaan dan pembinaan anak yatim tak terbatas pada hal-hal yang bersifat fisik, seperti harta, tetapi secara umum juga mencakup hal-hal yang bersifat psikis. Dalam surah ad-Duha ayat 9, Allah SWT berfirman, ”Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang.”
Bahkan dalam surah al-Maun Allah SWT berfirman, ”Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim.” (QS.107:1-2). Begitulah ajaran Islam memuliakan dan mengistimewakan anak-anak yatim.
Keutamaan Menyantuni Anak Yatim
“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya” (HR. Bukhari, Shahih Bukhari, Sahl bin Sa’ad As-Sa’idiy: 5304)
Keistimewaaan lainnya
“Sukakah kamu, jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi ? Kasihilah anak yatim, usaplah mukanya, dan berilah makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu akan terpenuhi.” (HR. Al-Baniy, Shahi Al-Jami’, Abu Darda: 80)