Kesultanan Siak Sri Inderapura merupakan sebuah kerajaan Melayu Islam yang oerna berdiri di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, Indonesia.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Kerajaan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecil dari Pagaruyung bergelar sebagai Sultan Abdul Jalil pada thaun 1723 setelah sebelumnya pernah terlibat dalam perebutan tahta Johor.
Dalam perkembangannya Kesultanan Siak muncul sebagai sebuah kerajaan bahari yang kuat dan menjadi kekuatan yang diperhitungkan di pesisir timur Sumatera dan Samenanjung Malaya di tengah imperialisme Eropa.
Jangkauan terjauh kerajaan Siak ini sampai ke Sambas Kalimantan Barat, sekaigus mengendalikan jalur pelayaran antara Sumatera dan Kalimantan.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Sultan Siak terakhir , Sultan Syarif Kasim II menyatakan bahwa kerajaannya bergabung dengan Republik Indonesia.
Sistem Pemerintahan
Pengaruh Kerajaan Pagaruyung, juga mewarnai sistem pemerintahan pada Kesultanan Siak, terdapat Dewan Menteri yang mirip kedudukan Basa Ampek Balai di Minangkabau.
Dewan Menteri ini memiliki atas kekuasaan untuk memilih dan mengangkat Sultan Siak, sama dnegan Undanh Yang Ampat di Negeri Sembilan.
Dewan Menteri bersama Sultan menetapkan sebuah Undang-Undang serta peraturan bagi masyarakat. Dewan Menteri ini terdiri dari
- Datuk Tanah Datar
- Datuk Limapuluh
- Datuk Pesisir
- Datuk Kampar
Sultan Syarif Kasim II
Sultan Syarif Kasim II (lahir di Siak Sri Indrapura, Riau, 1 Desember 1893 – meninggal di Rumbai, Pekanbaru, Riau, 23 April 1968 pada umur 74 tahun) adalah sultan ke-12 Kesultanan Siak.
Beliau dinobatkan sebagai sultan pada umur 21 tahun menggantikan ayahnya Sultan Syarif Hasyim. Sultan Syarif Kasim II merupakan seorang pendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Tidak lama setelah proklamasi dia menyatakan Kesultanan Siak sebagai bagian wilayah Indonesia, dan dia menyumbang harta kekayaannya sejumlah 13 juta gulden untuk pemerintah republik (setara dengan 151 juta gulden atau € 69 juta euro pada tahun 2011).
Bersama Sultan Serdang dia juga berusaha membujuk raja-raja di Sumatra Timur lainnya untuk turut memihak Republik Indonesia. Namanya kini diabadikan untuk Bandar Udara Internasional Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru.