Huzaemah Tahido Yanggo merupakan perempuan kelahiran Donggala, 30 Desember 1946. Ia dikenal sebagai pecinta ilmu, pendidik, pakar fikih perbandingan mazhab dan ulama perempuan Indonesia. Huzaemah menghabiskan masa kecil dan remajanya di Palu, Sulawesi Tengah. Ia mengenyam pendidikan di Madrasah/Pesantren Alkhairaat dari tingkatan Ibtidaiyah hingga perguruan tinggi.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Setelah meraih gelar sarjana muda (BA) dari Fakultas Syariah Universitas (UNIS) Alkhairaat pada 1975, Huzaemah kemudian bertolak ke Mesir. Ia memperoleh gelar magister dalam Ilmu Fikih Perbandingan Mazhab dari Universitas Al-Azhar Cairo tahun 1981 dengan predikat cumlaude. Tiga warsa setelahnya, tepatnya pada 1984, perempuan berdarah Sulawesi Tengah ini berhasil menyabet gelar doktor di universitas yang sama. Ini merupakan capaian yang luar biasa. Pasalnya, Huzaemah merupakan perempuan Indonesia pertama yang berhasil meraih gelar doktor di Universitas Al-Azhar.
Prestasi
Sejak duduk di bangku madrasah, Huzaemah telah menunjukkan kecerdasan dan kecemerlangan ilmunya. Tak ayal, ia berhasil meraih berbagai penghargaan, di antaranya Bintang Pelajar PB Alkhairaat dan Lulusan terbaik IV Madrasah Alkhairaat Palu Sulawesi Tengah tahun 1962.
Pada 1999, Huzaemah mendapatkan jasa prestasi “Kepemimpinan dan Manajemen Peningkatan Peranan Wanita RI” dari Menteri Negara Peranan Wanita RI. Kemudian pada 2007, ahli fikih ini meraih award dari Eramuslim Global Media atas kepedulian terhadap Ilmu Syariah sebagai pakar fikih perempuan.”
Demikian pula beragam penghargaan lainnya seperti “Setya Lencana Wira Karya” dari Presiden RI tahun 2007 atas jasa sebagai tim Penyempurnaan Tafsir Al-Quran Departemen Agama RI, “Woman UIN Award atas dedikasi, inovasi dan prestasinya dalam mewujudkan hak-hak perempuan dan anak dari rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2015, penghargaan “Top Eksekutif Muslimah Bidang Pendidikan” dari IPEMI dan Majalah Ibadah, tahun 2016, “Satya Lencana Karya Satya 30 Tahun” dari presiden RI tahun 1997,” dan lain sebagainya.
Pendidik dan ulama perempuan Indonesia
Huzaemah mendedikasikan hidupnya untuk ilmu pengetahuan. Di usia senjanya, Huzaemah masih terus aktif mengajar dan menyebarkan ilmu. Bahkan saat menghembuskan nafas terakhir, Huzaemah masih menjabat sebagai rektor Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta periode 2018-2022, ia juga masih terdaftar sebagai guru besar Fakultas Syariah dan Hukum dan pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta dosen Universitas Muhammadiyah dan Universitas Indonesia.
Huzaemah juga pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Perbandingan Mazhab Hukum (PMH) UIN Syarif Hidayatullah tahun 1988-2002, Pudek I Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta tahun 2002-2006, Ketua Umum PSW UIN Syarif Hidayatullah tahun 1994-1998, Direktur Program Pascasarjana Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jakarta tahun 1998-2014.
Baca juga “Isi Lengkap Fatwa MUI Terkait Status Halal Vaksin Covid-19 Sinovac.”
Kepribadiannya yang tegas membuatnya disegani masyarakat dari berbagai kalangan. Karena kedalaman dan kecemerlangan ilmunya, ulama perempuan Indonesia ini telah menjadi anggota Komisi Fatwa MUI sejak tahun 1997 hingga kemudian diangkat sebagai Ketua MUI Bidang Fatwa periode 2015-2020. Sebelumnya, ia juga pernah menjabat sebagai Ketua MUI Bidang Penelitian dan Pengkajian tahun 2000-2010.
Pakar fikih perbandingan mazhab ini aktif melakukan penelitian baik secara individual maupun kolektif, terutama yang berkaitan dengan pendidikan dan hukum Islam. Ia kerapkali mengikuti seminar atau simposium baik sebagai pemakalah maupun peserta, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Amani Lubis, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyatakan, Huzaemah merupakan perempuan yang sangat besar jasanya dalam bidang keilmuan maupun keulamaan. Ia banyak mengikuti forum-forum internasional, seperti di Mesir, Abu Dhabi, Afghanistan dan lain sebagainya.
Huzaemah juga sangat mendukung peningkatan peran perempuan. Pada Februari 2020, Huzaemah sempat berkunjung ke Afghanistan bersama Amani Lubis dan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi untuk berdialog dengan tokoh-tokoh perempuan dalam upaya untuk meningkatkan peran perempuan dan menyebarkan perdamaian di Afghanistan.
Karya tulis
Semasa hidupnya, Huzaemah tak hanya aktif mengajar, ia juga banyak melahirkan karya-karya tulis seputar fikih, beberapa di antaranya Pandangan Islam tentang Gender, Pengantar Perbandingan Mazhab, Konsep Wanita dalam Pandangan Islam, Fiqih Perempuan Kontemporer, Masail Fiqhiyah: Kajian Fiqih Kontemporer, Fiqih Anak: Metode Islam dalam Mengasuh dan Mendidik Anak serta Hukum-hukum yang berkaitan dengan Aktivitas Anak, dan lain sebagainya.
Wafat
Huzaemah wafat pada Jumat, 23 Juli 2021 M/13 Dulhijah 1442 H dalam usia 74 tahun. Ia menghembuskan nafas terakhir di RSUD Banten setelah sebelumnya berjuang melawan Covid-19. Dengan menerapkan protokol kesehatan, beliau dimakamkan di kompleks pemakaman UIN Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan.
“Saya banyak menimba ilmu dan keadaban dari sosok yang sangat bersahaja ini. Sejak 1994, saya belajar dengan beliau, bahkan hingga jenjang pendidikan formal di S3. Saat penulisan disertasi, beliau juga dengan tekun membimbing saya. Saat di Komisi Fatwa, kami juga bersama. Beliau sangat aktif, baik kehadiran fisik maupun pemikiran-pemikirannya,” ujar Ketua MUI Asrorun Ni’am.
“Termasuk pembahasan intensif terhadap fatwa-fatwa MUI terkait wabah COVID-19. Pertemuan fisik terakhir kami terjadi pada 31 Mei 2021, saat launching buku ‘Dinamika Fatwa MUI dalam Satu Dasawarsa, Potret 10 Tahun Perjalanan Komisi Fatwa’. Beliau hadir bersama Prof Dr Hasanudin AF dan Prof Dr Muhamad Amin Suma sebagai narasumber utama,” sambung Asrorun.
Wallahu a’lam bisshawab
Referensi: Buku Problematika Fikih Kontemporer, Fiqih Anak: Metode Islam dalam Mengasuh dan Mendidik Anak serta Hukum-hukum yang berkaitan dengan Aktivitas Anak, dan lain sebagainya.
Sumber Islamico